Minggu, 30 September 2012

about Hachiko

Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api.. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun. Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.
Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.
Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.
Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.
Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan,” saya akan menunggu tuan kembali.”
“Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.
Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,”guukh!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.
Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang kebetulah lewat koridor kampus.
Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia.
Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.
Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.
Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemu dian , dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.
Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.
Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.
Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.
Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemu dian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.
Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.

Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu mereka kemu dian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibuya. Sampai sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiku saat mereka harus menunggu maupun janji untuk datang. Akhirnya patung Hachiku pun dijadikan symbol kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa sampai mati.

Translate

 A Professor and a half old living alone in the city of Shibuya. His name is Professor Hidesamuro Ueno. He was only accompanied by her beloved dog, Hachiko. So intimate relationships and his master's dog that everywhere went Hachiko always deliver. The professor depart every day teach at the university always use the train .. Hachiko faithfully every day were to accompany Professor station. In this Shibuya station Hachiko faithfully watch over his master's home without moving away before the professor returned. And when Professor Ueno returned from teaching by train, she always found Hachiko faithfully waiting at the station. So every day is done Hachiko never bored.Winter in Japan this year so badly. All covered in snow. The air is chilled to the bone marrow makes many people reluctant to go outside and prefer to stay near the warm fireplace.
That morning, as usual, the Professor left teaching to campus. He was a professor who was very loyal to his profession. Very cold air does not make lazy to travel long distances to the campus where he teaches. Seniors are getting dusk and the increasingly fragile body is also not unreasonable to make him stay home. Hachiko Likewise, thick piles of snow everywhere not discourage loyalty accompany his master to go to work. With a heavy jacket and an open umbrella, Professor Ueno off to stasun Shibuya with Hachiko.Religious teaching Professor Ueno is actually not too far from where she lived. But it has become a favorite and Professor habit to take the train every depart and return from university.
The train arrived on time. Accompanied by the sound of trumpets term seemed a little warm up station full of people who are waiting for it. A train crew was familiar with Professor Ueno immediately familiar scream when the train stopped. Yes, almost every train station employee or employees are familiar with Professor Ueno and faithful dog, Hachiko. Because it has been years since he'd been a loyal customer of coal-fueled vehicles that.
After stroking the dog's affection for like two best friends, Professor rise to his usual carriage riding. Hachiko watched from the edge of the balcony to the disappearance of the professor in the train, as if he wanted to say, "I will wait for master again."
"Dogs are cute, do not go anywhere ya, never leave before you master it home!" Shouted half-jokingly train employees.
As if that understand speech, Hachiko greeted with a rather loud voice, "guukh!"Not long balcony officials blew the long whistle, the train immediately sign off. Hachiko even know the meaning of the long whistle. That's why he seemed to be getting his master farewell professor with mild barking. And preceded by bursts of smoke, the trains were off. Vibrations were a bit hard to make snow-snow off a little fall foliage around the station.
In college, Professor Ueno besides teaching schedule, he is also the task of completing the study in the laboratory. Because it was so finished teaching the class, he immediately ready to enter the lab work was. The air was so cold outside that kebetulah hit Professor corridor through campus.
Suddenly he felt a tightness in the chest once. A faculty who else saw Professor Ueno giddy soon led her to the clinic campus. Starting from a simple thing, suddenly campus so excited because Professor Ueno fainting. The doctor who examined him declared Professor Ueno suffered from heart disease and relapse afternoon. They are trying to help and revive Professor. But their efforts seem futile. Professor Ueno died.Immediate relatives contacted Professor. They came to the campus and decided to bring the bodies to their hometowns professor, not back home Professor in Shibuya.
By evening the air gets cold in Shibuya station. But Hachiko remain unmoved by holding the cold air with an uneasy feeling. Should Professor Ueno's back, he thought. As he paced around the balcony Hachiko trying to shake her anxiety. Some people in the station felt sorry for the dog's loyalty. There are approached and tried to console her, but it still can not eliminate the anxiety.
Night came. The deserted station. Hachiko was waiting there. To warm her body curled up in one corner of the waiting room. While occasionally jumping onto the balcony every time there's a train coming, hoping his master was among the passengers who came. But always he was to be disappointed, because Professor Ueno did not come. Even until the next day, two days it later, and days later he never came. But still Hachiko waited and waited at the station, hoping his master's return. His body began to become thin.
The employees of the station were sorry to see Hachiko and Professor Ueno wondered why never again try to figure out what happened. Finally get the news that Professor Ueno had died, even been buried by relatives.
They also tried to tell Hachiko that his master, never to return again and persuaded him not to have to wait forever. But if the dog does not believe, or do not care. He kept waiting and waiting for his master at the station, as he was convinced that his master will definitely be back. Every day more and more emaciated body because it is rarely eaten.
Finally tersebarlah news about a faithful dog continues to wait for his master even though his master had died. Residents were many who came to see him. Many were touched. Even some had tears in his eyes when he saw with his own eyes a dog curled up near the entrance waiting for the actual master will never return. Those sympathy there who gave food, milk, and even blankets to avoid freezing.
For the past 9 years, she appeared in the station every day at 3 pm, a time when he used to wait for the return of his master. But those days were when he was tortured by his master did not arrive. And in the morning, a janitor station rushed to report to security officials. For a moment it later became crowded atmosphere. Employees found the body of a dog was already stiff curled up in the corner of the waiting room. The dog was already dead. Hachiko was dead. His loyalty to his master was brought to death.
Residents who heard the death of Hachiko soon flock to Shibuya station. They generally already know the story about the dog's loyalty. They want respect for the last time. Honoring a sense of loyalty that sometimes it is rare in humans.
They were so impressed and moved. To commemorate the loyalty of the dog it later they made a statue near Shibuya station. Until now the park around the statue was often used as a place to make an appointment. Because the people there expect no loyalty, as already exemplified by Hachiku when they have to wait and promise to come. Eventually the statue was used as a symbol of loyalty Hachiku. Sincere loyalty, which brought him to death.

0 komentar:

Posting Komentar